Sekretaris Mahkamah Agung Sugiyanto, S.H., M.H. dan Direktur Jenderal
Badan Peradilan Umum (Badilum) Prof. Dr. H. Bambang Myanto, S.H., M.H.
menghadiri undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI
pada Kamis, 13 Maret 2025, di Gedung Nusantara, Jakarta.
Rapat dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III DPR RI Habiburrahman.
Ia menyatakan bahwa RDP ini merupakan tindak lanjut dari berbagai aduan
yang diterima Komisi III DPR RI saat melakukan kunjungan kerja ke
sejumlah daerah. Dalam kunjungan tersebut, banyak hakim yang mengeluhkan
kondisi rumah dinas yang tidak layak huni, serta minimnya perlindungan
keamanan bagi hakim baik saat bertugas di pengadilan maupun di luar
pengadilan. Menurut Habiburrahman, Komisi III bertanggung jawab
melakukan pengawasan terhadap mitra kerjanya, termasuk ke Mahkamah
Agung. Baginya aduan para hakim ini dinilai krusial karena menyangkut
kesejahteraan serta perlindungan bagi para hakim yang menjalankan fungsi
peradilan secara independen.
Pada kesempatan tersebut, Sekretaris Mahkamah Agung membenarkan bahwa
rumah dinas hakim banyak yang rusak, dari tiga ribuan rumah dinas yang
ada, seribu di antaranya rusak, hal itu dikarenakan anggaran
pemeliharaan yang belum memadai.
Selain rusaknya rumah dinas, Sugiyanto yang pernah juga bertugas
sebagai hakim di Pengadilan Negeri Waingapu menyatakan bahwa
permasalahan lain yang juga dirasakan para hakim yaitu keamanan hakim
dalam bertugas dan asuransi kesehatan.
Pada saat yang sama, Direktur Jenderal Badilum Bambang Myanto selain
memaparkan tentang kondisi hakim di seluruh Indonesia, ia juga
memaparkan aplikasi Satu Jari yang bisa memudahkan untuk melakukan
pembinaan dan pendampingan pelayanan bagi seluruh pengadilan Negeri di
Indonesia. Aplikasi ini mendapat banyak apresiasi dari anggota Komisi
III
Dalam rapat ini, berbagai pandangan dan masukan disampaikan oleh para
anggota Komisi III DPR RI. Mereka menyoroti pentingnya perhatian lebih
terhadap kondisi para hakim di daerah, terutama dalam aspek
kesejahteraan dan keamanan. Para hakim dianggap sebagai garda terdepan
dalam menegakkan keadilan, sehingga diperlukan dukungan penuh agar
mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik, tanpa ada rasa khawatir
terhadap faktor-faktor eksternal yang mengganggu independensi mereka.
“Mandiri dulu, adil kemudian,” ujar Hinca Panjaitan. Ia menjelaskan
bahwa kemandirian hakim dalam hal anggaran akan menghasilkan hakim yang
tidak bisa dibeli, hakim yang tidak bisa diintervensi.
“Saya itu pernah merasakan tinggal di rumah dinas hakim yang atapnya
mau ambruk, rumahnya mau roboh, kasihan sekali,” ujar Bimantoro Wiyono,
Anggota Komisi III yang orang tuanya adalah mantan hakim. Baginya,
kondisi ini dianggap dapat mengganggu independensi dan kinerja hakim
dalam menjalankan tugasnya. Hakim yang merasa tidak aman atau tidak
memiliki tempat tinggal yang layak berpotensi menghadapi tekanan yang
dapat memengaruhi profesionalisme mereka dalam memutus perkara.
Mayoritas dari anggota mengapresiasi perubahan baik yang telah
dilakukan Mahkamah Agung. Baik dalam hal pelayanan maupun kecepatan
informasi yang hampir di semua lini, kini sudah digitalisasi. Untuk itu
mereka mendukung kemandirian hakim.
“Jika saat ini, Mahkamah Agung diberikan anggaran 0,4% dari APBN,
semoga ke depannya bisa naik menjadi 1% dari APBN, sehingga kemandirian
hakim khususnya dalam hal anggaran, benar-benar bisa terwujud,” ujar
Hinca Panjaitan.
Rapat Dengar Pendapat ini menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Prioritas Kesejahteraan dan Fasilitas Hakim
Komisi III DPR RI meminta Sekretaris Mahkamah Agung dan Dirjen
Badilum untuk lebih memperhatikan kesejahteraan hakim, terutama bagi
mereka yang bertugas di daerah. Salah satu langkah strategis yang perlu
dilakukan adalah memprioritaskan kebijakan dan alokasi anggaran yang
mendukung peningkatan fasilitas pengadilan serta kapasitas hakim. Dengan
fasilitas yang lebih baik, diharapkan para hakim dapat bekerja secara
profesional, dengan integritas yang lebih terjaga.
Peningkatan Sistem Manajemen SDM Hakim
Komisi III DPR RI juga menekankan perlunya peningkatan dalam sistem
manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) bagi para hakim. Hal ini mencakup
sistem yang menjamin independensi, akuntabilitas, serta tata kelola yang
baik dalam tubuh peradilan. Selain itu, pengawasan yang lebih ketat dan
sistem meritokrasi yang jelas perlu diterapkan dalam proses mutasi,
promosi, dan penempatan jabatan hakim agar tidak ada ketimpangan yang
merugikan.
Transparansi dan Peningkatan Pelayanan Publik
Selain kesejahteraan dan tata kelola SDM, Komisi III DPR RI juga
meminta Mahkamah Agung untuk meningkatkan kualitas layanan peradilan.
Ini mencakup transparansi dalam akses informasi serta responsivitas
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan inovasi dan
evaluasi berkala terhadap sistem informasi publik serta fasilitas
pengadilan juga menjadi bagian penting dalam meningkatkan kualitas
peradilan di Indonesia.
Rapat tersebut dihadiri oleh anggota Komisi III DPR RI dari berbagai
fraksi, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Kepala Biro
Perencanaan dan Organisasi Mahkamah Agung, serta sejumlah pejabat dari
Badan Peradilan Umum